Yang paling
tidak enak adalah mendapatkan sesuatu yang tidak kita inginkan dan tidak
mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.
Pernahkah kita
bertanya kepada diri sendiri, apa yang saya inginkan ?
Apakah semua
yang ada kita inginkan ? Atau hanya sebagian yang menurut kita enak saja yang
kita inginkan ?
Bukan suatu hal
yang aneh kalau kita tidak mau mendapatkan apa yang tidak kita inginkan.
Anakku baru saja
sakit. Cukup membuat aku dan istriku gelisah. Suhu badannya cukup tinggi.
Demam. Tidurnya gelisah. Dia mengeluh sakit perutnya. Pusing kepalanya. Dia
baru berusia 3 menjelang 4 tahun. Sudah kami beri dia obat penurun panas, yang
rasa anggur, dia suka sekali.
Setelah diberi
obat, suhu badannya sedikit turun, kadangkala menjadi normal kembali. Setelah
itu panas lagi.
Setelah dua hari
tidak kunjung sembuh, kami bawa dia ke dokter di sebuah rumah sakit. Dokter
memeriksanya dan menganjurkan untuk test darah. Hasilnya ternyata tidak
mengkhawatirkan. Hanya memang amandelnya terlihat merah, radang. Dokter
memberinya obat beberapa macam. Ada antibiotik berbentuk puyer, obat batuk dan
obat penurun panas.
Sesampainya di
rumah aku berikan obat tersebut satu persatu. Pertama puyernya lalu obat batuk
dan obat penurun panas. Ketika puyer masuk kedalam mulutnya terlihat anakku
mengernyitkan hidungnya. “Paiittt…” katanya. Aku minumkan dia obat batuk dan
penurun panas. Dia senang bahkan minta lagi tapi tidak aku berikan karena
memang takarannya sudah cukup.
Pada saat memasuki
masa berikutnya untuk minum obat, dia coba menawar “Ayah, aku nggak mau minum
puyer…pait…”. Dengan berbagai cara dia berusaha menolak obat tersebut. Namun
dengan berbagai macam cara pula aku membujuknya untuk tetap minum obat
tersebut.
Ternyata pahit itu
tidak enak.
Adalah suatu hal
yang alami manakala kita dihadapkan dengan sesuatu yang menurut kita tidak enak
maka kita akan menolaknya. Selalu ada saja penolakan dari kita atas hal
tersebut. Kalaupun kita menerimanya, tentunya dengan sangat terpaksa. Akan kita
lihat betapa kita bereaksi menolak seperti mengernyitkan hidung. Menutup mulut
rapat-rapat. Mengunyah dengan enggan. Menggoyang-goyangkan tubuh. Lari
menghindar. Menutupnya dengan sesuatu yang enak. Dan sebagainya.
Sebaliknya. Kita selalu memilih sesuatu yang enak menurut perasaan kita. Tanpa penolakan sedikitpun kita akan menerima hal tersebut. Bahkan untuk sesuatu yang baru, yang belum diketahui enak atau tidaknya, tapi kelihatannya enak (belum dirasakan), kita cenderung untuk tidak menolaknya. Bahkan ada rasa ingin mencoba.
Padahal coba
kita lihat :
Enakkah obat
yang pahit ? (Disana ada kesembuhan).
Enakkah kondisi
sakit ? (Disana ada kesabaran).
Enakkah
pengalaman pahit ? (Disana ada pelajaran).
Dan sebagainya.
Begitulah
kondisi umum manusia. Lebih senang menggunakan perasaan hatinya untuk mengambil
sesuatu sebagian-sebagian yang menurutnya enak. Sebagian lain yang tidak
berkenan di hatinya cenderung akan ditinggalkannya.
Kalau satu
manusia dengan manusia lainnya memiliki perasaan yang berbeda, maka sudah tentu
apa yang mereka ambil akan saling berbeda satu dengan yang lainnya.
Katakanlah
apabila ada huruf A sampai Z yang harus diambil oleh setiap manusia, yang satu
hanya akan mengambil A dan meninggalkan huruf yang lain. Sedang manusia yang
lainnya akan mengambil huruf K dan meninggalkan huruf lainnya. Dan seterus.
Maka ketika manusia berkumpul ada
huruf-huruf yang tidak terpakai, ada huruf-huruf yang banyak penggunanya, ada
huruf-huruf yang sedikit penggunanya.
Padahal Alloh
SWT menyediakan aturan dan ketentuan dari A sampai Z yang harus diambil
seluruhnya, tapi karena memang manusia hanya menyukai yang enak menurutnya saja
maka banyak aturan dan ketentuan Alloh SWT yang mereka tinggalkan.
Bukankah semua
yang dari Alloh SWT adalah baik ? Lantas kenapa kita menolak yang sebagian dan
hanya mengambil sebagian yang lain saja ? (QS. 15 : 90 – 91).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar