Forki

Forki
Karateka

Minggu, 25 Mei 2014

Cuma Yang Enak Yang Aku Mau



Yang paling tidak enak adalah mendapatkan sesuatu yang tidak kita inginkan dan tidak mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.
Pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri, apa yang saya inginkan ?
Apakah semua yang ada kita inginkan ? Atau hanya sebagian yang menurut kita enak saja yang kita inginkan ?
Bukan suatu hal yang aneh kalau kita tidak mau mendapatkan apa yang tidak kita inginkan.

Anakku baru saja sakit. Cukup membuat aku dan istriku gelisah. Suhu badannya cukup tinggi. Demam. Tidurnya gelisah. Dia mengeluh sakit perutnya. Pusing kepalanya. Dia baru berusia 3 menjelang 4 tahun. Sudah kami beri dia obat penurun panas, yang rasa anggur, dia suka sekali.
Setelah diberi obat, suhu badannya sedikit turun, kadangkala menjadi normal kembali. Setelah itu panas lagi.

Setelah dua hari tidak kunjung sembuh, kami bawa dia ke dokter di sebuah rumah sakit. Dokter memeriksanya dan menganjurkan untuk test darah. Hasilnya ternyata tidak mengkhawatirkan. Hanya memang amandelnya terlihat merah, radang. Dokter memberinya obat beberapa macam. Ada antibiotik berbentuk puyer, obat batuk dan obat penurun panas.

Sesampainya di rumah aku berikan obat tersebut satu persatu. Pertama puyernya lalu obat batuk dan obat penurun panas. Ketika puyer masuk kedalam mulutnya terlihat anakku mengernyitkan hidungnya. “Paiittt…” katanya. Aku minumkan dia obat batuk dan penurun panas. Dia senang bahkan minta lagi tapi tidak aku berikan karena memang takarannya sudah cukup.

Pada saat memasuki masa berikutnya untuk minum obat, dia coba menawar “Ayah, aku nggak mau minum puyer…pait…”. Dengan berbagai cara dia berusaha menolak obat tersebut. Namun dengan berbagai macam cara pula aku membujuknya untuk tetap minum obat tersebut.
Ternyata pahit itu tidak enak.

Adalah suatu hal yang alami manakala kita dihadapkan dengan sesuatu yang menurut kita tidak enak maka kita akan menolaknya. Selalu ada saja penolakan dari kita atas hal tersebut. Kalaupun kita menerimanya, tentunya dengan sangat terpaksa. Akan kita lihat betapa kita bereaksi menolak seperti mengernyitkan hidung. Menutup mulut rapat-rapat. Mengunyah dengan enggan. Menggoyang-goyangkan tubuh. Lari menghindar. Menutupnya dengan sesuatu yang enak. Dan sebagainya.

Sebaliknya. Kita selalu memilih sesuatu yang enak menurut perasaan kita. Tanpa penolakan sedikitpun kita akan menerima hal tersebut. Bahkan untuk sesuatu yang baru, yang belum diketahui enak atau tidaknya, tapi kelihatannya enak (belum dirasakan), kita cenderung untuk tidak menolaknya. Bahkan ada rasa ingin mencoba.

Padahal coba kita lihat :
Enakkah obat yang pahit ? (Disana ada kesembuhan).
Enakkah kondisi sakit ? (Disana ada kesabaran).
Enakkah pengalaman pahit ? (Disana ada pelajaran).
Dan sebagainya.

Begitulah kondisi umum manusia. Lebih senang menggunakan perasaan hatinya untuk mengambil sesuatu sebagian-sebagian yang menurutnya enak. Sebagian lain yang tidak berkenan di hatinya cenderung akan ditinggalkannya.

Kalau satu manusia dengan manusia lainnya memiliki perasaan yang berbeda, maka sudah tentu apa yang mereka ambil akan saling berbeda satu dengan yang lainnya.

Katakanlah apabila ada huruf A sampai Z yang harus diambil oleh setiap manusia, yang satu hanya akan mengambil A dan meninggalkan huruf yang lain. Sedang manusia yang lainnya akan mengambil huruf K dan meninggalkan huruf lainnya. Dan seterus. Maka ketika manusia berkumpul  ada huruf-huruf yang tidak terpakai, ada huruf-huruf yang banyak penggunanya, ada huruf-huruf yang sedikit penggunanya. 

Padahal Alloh SWT menyediakan aturan dan ketentuan dari A sampai Z yang harus diambil seluruhnya, tapi karena memang manusia hanya menyukai yang enak menurutnya saja maka banyak aturan dan ketentuan Alloh SWT yang mereka tinggalkan.
Bukankah semua yang dari Alloh SWT adalah baik ? Lantas kenapa kita menolak yang sebagian dan hanya mengambil sebagian yang lain saja ? (QS. 15 : 90 – 91).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar